Tubuhmu tinggi semampai
Rambut hitammu dikepang dua
Kulitmu putih ke-kuning2an
Suaramu lantang bergetar
Kau begitu sederhana bersahaja
Bak pendekar dari negeri tirai bambu
Namun tatapan matamu begitu tajam
didepan kamera kau berdiri tegap
Kata2mu jelas dan tegas dalam ucapanmu
Pagi itu kau hadir mewakili harapan harapan
Insan manusia yang sebentar lagi akan digusur
ya…akan tergusur dari tempat naungan yang
sudah didiami puluhan tahun turun-temurun
Kau sadar akan keberadaanmu hanya sebagai
kaum keturunan yang walaupun kelahiranmu
ditepi kali bumi pertiwi, tetapi kau tetap
dianggap berbeda.
Ku tahu mereka menaruh seribu harapan
Untukmu meneriakkan keadilan dan perikemanusiaan
Semangatmu tetap berkobar jiwamu berontak
Namun sayang…tidak satupun yang mendengar
Kau berteriak dan terus berteriak hingga malam tiba
Dan ketika kau terbangun oleh sinar mentari pagi
Yang kau dapati hanya puing2 dan kerikil2 tajam
Semua telah lenyap, semua telah hilang tiadalagi harapan
Kemana lagi harus mengadu, kemana lagi harus berkeluh
Bumi tempat kelahiran, tempat kau dibesarkan tidak lagi
menjadi tempat bernaung, lalu harus kemana.
Negeri ini sudah tidak memiliki keadilan
Negeri ini sudah tidak memiliki balas kasihan
Wahai bulan, wahai bintang tunjukkan jalan kepada
penghuni negeri ini, kemana mereka akan melangkah